CIREBON – Problematika soal pinjaman online (Pinjol), diharamkan secara mutlak menurut kacamatan ilmu fikih. Hal itu tertuang dalam hasil Bahtsul Masail (BM) Akbar se-Jawa Madura yang menjadi rangkaian Haul KH Muhammad Sa’id atau Mbah Sa’id Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongan, Kabupaten Cirebon. Kamis (18/1/2024).
Seperti yang diungkapkan Wakil Ketua LBM PWNU Jawa Barat, KH Nanang Umar Faruq, terkait tema problematika pinjol yang dibahas Komisi A, ada beberapa pertanyaan dan telah dikaji secara mendalam oleh para peserta BM.
“Pertama, Akad dalam pinjol diperinci sebagai berikut. Satu, pinjol dengan system pemberian modal usaha, termasuk akad mudlarabah (bagi hasil,red) dengan syarat keuntungannya ma’lum (jelas dan diketahui,red) berdasarkan nisbat atau prosentase, bukan dengan menentukan nominal,” kata dia.
Pinjol syariah, kata dia, dengan system pembiayaan berbasis tekhnologi dengan memposisikan uang sebagai alat tukar (bukan komoditi,red), maka diperinci menjadi beberapa bagian.
“Yakni, komoditi yang ditransaksikan bersifat maushuf fi dzimmah (pemesanan barang dengan menyebut spesifikasinya,red) misalnya belum wujud saat terjadi transaksi, maka termasuk ba’i dain biddain (menjual hutang dibeli dengan hutang,red) yang dilarang agama,” katanya.
Komoditi yang ditransaksikan, menurutnya, dalam hal itu bersifat mua’yyan (ditentukan). Misalnya ia sudah wujud saat terjadi transaksi, maka diperbolehkan dengan pola akad ba’i bittaqsith (pembelian dengan pembayaran diangsur,red).
“Atau ijarah muntahiyah bittamlik (akad sewa yang berakhir dengan pemberian hak milik,red) yang diperbolehkan menurut sebagian ulama muta’akhhirin,” katanya.
Ketiga, kata dia, pinjol konvensional dengan system pembiayaan berbasis teknologi dengan memposisikan uang sebagai komoditi, maka tidak diperbolehkan karena termasuk akad utang yang mengandung riba atau qardl bisyarthi jarri naf’in lil muqridl.
“Pinjol yang dilakukan secara ilegal, hukumnya haram secara mutlak karena melanggar aturan pemerintah dan banyak merugikan konsumen,” tegasnya.
Pertanyaan kedua, kata dia, apa alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pinjol.
“Jawabannya beberapa alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat antara lain, pertama mendorong masyarakat agar memaksimalkan pinjol yang sesuai aturan syariat,” katanya.
Kedua, mendorong developer pinjol syar’i agar menurunkan nilai profit yang mereka dapatkan agar tidak memberatkan masyarakat. Ketiga, optimalisasi dana CSR yang dipungut dari perusahaan atau instansi sebagai modal pinjol yang sesuai syariat.
Pertanyaan ketiga, kata dia, langkah apa yang tepat yang harus dilakukan pemerintah terkait pinjol?
“Jawabannya, langkah yang tepat bagi pemerintah adalah, pertama menertibkan dan menindak tegas segala praktik pinjol ilegal atau yang tidak berizin OJK. Kedua, mendorong dan memasyarakatkan praktik pinjol syar’i bagi warga muslim. Ketiga, menetapkan regulasi yang berpihak secara maksimal kepada praktik pinjol syar’i dan ekonomi syariah,” katanya. (Kim)