CIREBONNEWS.ID | Beri Motivasi di Acara Silaturahim dan Launching Komunitas Literasi Santri “Dilapetang” Penulis Nasional Ustadz Cahyadi Takariawan – SMP IT-MA Pesantren al-Quran di Kayuwalang, Kota Cirebon, Jawa Barat, mengadakan acara silaturahim sekaligus launching Komunitas Literasi Santri “Dilapetang.” Acara ini dihadiri oleh banyak kalangan, termasuk tokoh-tokoh literasi dan santri-santri dari pesantren tersebut.
Ustadz Agus Talik, M.Pd., selaku pimpinan pondok yang telah berdiri selama lebih dari satu dekade, menjadi tuan rumah acara ini. Turut hadir pula seorang penulis nasional yang telah dikenal luas, Ustadz Cahyadi Takariawan, yang telah menghasilkan lebih dari 90 judul buku dan ribuan artikel di berbagai media massa, media online, dan media sosial.
Dalam sambutannya, Ustadz Cahyadi Takariawan membagikan motivasi dan tips menulis kepada para santri dan peserta acara. Ia menyampaikan bahwa untuk menjadi penulis yang kuat, seseorang harus menempuh beberapa tahap dalam membaca. “Pertama, membaca ayat al-Qur’an dan sunnah, seperti QS. an-Nisa 19 atau hadits yang berkaitan dengan ayat tersebut,” katanya. Ia menekankan pentingnya membaca tafsir, penjelasan ulama, serta ilmu pengetahuan yang relevan dengan pesan ayat-ayat tersebut.
Ustadz Cahyadi juga menekankan bahwa menulis harus didasari niat yang ikhlas. “Menulis itu kuncinya ikhlas. Aku menulis untuk menyebar kebaikan. Itu sudah cukup,” ujarnya. Menurutnya, menulis bukan untuk mengharapkan pujian, tetapi untuk mencari ridha Allah.
Selain itu, Ustadz Cahyadi mengingatkan pentingnya latihan menulis secara rutin. “Sebagai latihan, menulis bebas saja. Setiap hari, minimal satu halaman,” tuturnya. Ia mendorong para santri untuk terus menulis tanpa memikirkan kualitas pada awalnya, karena dengan latihan yang konsisten, kualitas tulisan akan meningkat.
Lebih lanjut, ia juga menekankan bahwa seorang penulis harus banyak membaca agar memiliki banyak stok ide. “Agar ide muncul dan tulisan kaya, maka kita harus banyak membaca,” jelasnya. Membaca akan membantu penulis menghasilkan karya yang berdampak, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat.
Ustadz Cahyadi pun mengajak peserta untuk menulis bebas tentang apa saja—dari suara hati hingga pengalaman sehari-hari. “Menulis itu proses mengeluarkan semua yang ada dalam hati kita,” katanya.
Tidak hanya berbicara tentang teknis menulis, Ustadz Cahyadi juga menekankan dampak positif menulis dalam kehidupan. Ia bercerita bagaimana buku-buku yang ditulisnya telah membawanya ke berbagai negara dan memberinya banyak pengalaman berharga. “Rumahku sekarang adalah rumah dari hasil menulis buku dan bedah buku di berbagai kota dan negara,” ungkapnya.
Menulis, menurutnya, adalah salah satu cara mengikat ilmu dan ide. “Ide itu seperti binatang buruan, kalau tidak diikat, akan lari. Maka menulis adalah cara terbaik untuk mengikat ide,” tegasnya. Ia juga mengingatkan pentingnya disiplin waktu dalam menulis, meskipun hanya 8 menit per hari.
Menutup sesi, Ustadz Cahyadi mengajak para peserta untuk menulis dengan gaya masing-masing dan tidak perlu meniru gaya penulis lain. “Setiap kita punya gaya menulis sendiri, yang membuat tulisan kita unik dan bermakna,” pungkasnya.
Acara ini memberikan inspirasi besar bagi para santri dan peserta, mendorong mereka untuk lebih serius dalam menekuni dunia literasi dan menulis, sebuah kegiatan yang dianggap dapat memberikan dampak besar dalam kehidupan pribadi dan masyarakat luas. (*)